Butuh Keberanian untuk Memperbaiki Kesalahan Kita

Pagi ini, aku menemukan inspirasi yang luar biasa sekali. Entahlah, kisah ini menjadi begitu bermakna buatku. Aku memang seorang hamba yang tak luput dari dosa, dosa, dan dosa. Baik yang orang-orang ketahui, maupun orang lan tidak ketahui, hanya Alloh SWT dan aku yang tahu, mungkin juga makhluk-makhluk Alloh yang lain yang aku tidak mengetahuinya ada.

Well, kisah inspiratif ini aku dapatkan dari sebuah grup di Facebook dan aku coba searching juga dan mendapatkannya di beberapa situs lokal di Indonesia. Judulnya

“Kisah Mengharukan Seorang Pelaku Pemerkosaan”

Mungkin sudah ada yang pernah membacanya, tapi ada juga yang belum pernah membacanya, jadi silakan dibaca :

Kejadian ini memang sudah lama terjadi, tapi tidak ada salahnya saya berbagi kepada para pembaca semua siapa tahu ada pelajaran berharga yang bisa kita petik dari kisah ini. Di suatu Koran Itali, munculah berita pencarian orang yang istimewa 17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5 Wayeli (nama sebuah kota di Italia, nggak tau bener apa enggak nulisnya) seorang wanita kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya tiba-tiba saja menanggung tanggung jawab untuk memelihara anak ini. Sayangnya, sang bayi kini menderita leukemia (kanker darah), dan ia memerlukan transfer sumsum tulang belakang segera.

Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan hidupnya. Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth. Berita pencarian orang ini membuat seluruh masyarakat gempar. Setiap orang membicarakannya. Masalahnya adalah apakah orang hitam ini berani muncul. Padahal jelas ia akan menghadapi kesulitan besar, Jika ia berani muncul, ia akan menghadapi masalah hukum, dan ada kemungkinan merusak kehidupan rumah tangganya sendiri. Jika ia tetap bersikeras untuk diam, ia sekali lagi membuat dosa yang tak terampuni. Kisah ini akan berakhir bagaimanakah? Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah yang memalukan di suatu perkampungan Itali. Martha, 35 tahun, adalah wanita yang menjadi pembicaraan semua orang.

Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang di sekitar mereka untuk bertanya, Martha hanya tersenyum kecil berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam, dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti ini. Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia. Harapan satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok untuknya. Dokter menjelaskan lebih lanjut. Diantara mereka yang ada hubungan darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani pemeriksaan sumsum tulang belakang.

Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani pemeriksaan. Hasilnya tak satupun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu carayang paling manjur, yaitu Martha dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuK. Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa suara “Tuhan..kenapa menjadi begini?” Ia menatap suaminya, sinar matanya dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr. Adely berusaha menjelaskan pada mereka, saat ini banyak orang yang menggunakan cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya. Hal ini hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama. Terakhir mereka hanya berkata, Biarkan kami memikirkannya kembali.

Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya terbuka, pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras, suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter. Kami ada suatu hal yang perlu memberitahumu. Tapi harap Anda berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami suami-istri selama beberapa tahun. Dr. Adely menganggukkan kepalanya. Lalu mereka menceritakan Itu adalah 10 tahun lalu, dimana Martha ketika pulang kerja telah diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah dengan tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah tak ada bayangan orang satupun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh.

Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali . Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami.

Begitulah, kami ketakutan menunggu beberapa bulan. Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan. Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi bagaimanapun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. pada akhirnya kami memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika.

Mata Dr. Adely juga digenangi air mata, pada akhirnya ia memahami kenapa bagi kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat mengkuatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukkan kepala berkata Memang jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan donor yang cocok untuk Monika. Beberapa lama kemudian, ia memandang Martha dan berkata Kelihatannya, kalian harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnyacocok untuk Monika.Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam kehidupan kalian?

Martha berkata : “Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya. Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu.

Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama samaran.

November 2002, di koranWayeli termuat berita pencarian ini, seperti yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan penderita leukimia! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja, kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita ini Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya. Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil pemerkosaan terungkap.

Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana cerita ini berakhir. (suratkabar Roma) Komentar dengan topik : Orang hitam itu akan munculkah? Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang menilainya Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya Haruskah ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima pujian karena keberaniannya hari ini?

Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam, bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran tergelam merupakan mimpi terburuknya di malam berhujan itu. Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorangpun menyangka, Ajili yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.

Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan seorang rasialis, yang selalu mendiskriminasikannya. Tak peduli segiat apapun dirinya, selalu memukul dan memakinya. 17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20, ia berencana untuk pulang kerja lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, ditengah kesibukan ia memecahkan sebuah piring. Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran. Ditengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih. Malam berhujan lebat, tiada seorangpun lewat, dan di parkiran ia bertemu Martha. Untuk membalaskan dendamnya akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa sang wanita yang tak berdosa ini.

Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik dan ketakutan. Malam itu juga Ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli tiket KA menuju Napulese, meninggalkan kota ini.Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah mengagumi kemampuannya, dan menikahkannya dengan anak perempuan merka, Lina, dan pada akhirnya juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka. Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu.

Dimata pekerja lainnya dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik, ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang pernah diperbuatnya.

Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorangpun. Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbangkan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikitpun ia tak pernah membayangkan bahwa wanita malangitu mengandung anaknya, bahkan menanggung tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.

Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi Telepon Dr. Adely. Tapi setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, iatelah menutupnya kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat disekitarnya. Semua yang ia dapatkan dengan ditukar kerja kerasnya bertahun-tahun. Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha.Sang istri, Lina berkata : : “Aku sangat mengagumi Martha. Bila aku diposisinya, aku tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian”. Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan pertanyaan: Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu? Sedikitpun aku tak akan memaafkannya!!!

Waktu itu ia sudah membuat kesalahan, kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang pengecut! demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi api kemarahan. Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya. Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur, untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak sambil menangis berkata :”Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku tak ingin kau menjadi ayahku”. Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak dan berkata: “Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa ya”.

Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya, dan buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya : “Baiklah, kumaafkan. Guru TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya. Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam neraka. Dimatanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu, dan bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu.

Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri : “Aku ini sebenarnya orang baik, atau orang jahat?” Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya. Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah Dan ia mencari alasan tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari di jam kerja, sang karyawan menyapanya ramah : “Selamat pagi, manager!” Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.

Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam saja, iapun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya supaya tetap tenang : “Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu. Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr. Adely menambahkan kalimat terakhirnya berkata :”Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah kandungnya. Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar, bagaimanapun anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri! Ia pun membulatkan tekad untuk menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini. Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata : “Sangatlah mungkin bahwa aku adalah ayah Monika Aku harus menyelamatkannya Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah :”Kau PEMBOHONG!” Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya : “Memang benar, kita patut marah terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan, ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar. Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia memperbaiki dirinya Ataukah seornag suami yang selamanya menyimpan kebusukan ini didalamnya?” Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama. Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina menetapkan hatinya berkata : “Ajili, pergilah menemui Dr. Adely! Aku akan menemanimu!”

3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely.8 Februari, pasangan tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya, mereka hanya memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.

Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus menelepon, menulis suratpada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan kemarahan mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya. Mereka berpendapat : “Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat ini ia seorang pahlawan!” 10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun pada permohonan ketiga Martha, iapun menyetujui hal ini. 18 Februari, dalam ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.

Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Marth, langkah kakinya terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air mata mereka bersama-sama mengalir. Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak Ajili berkata : “Maaf…mohon maafkan aku!” Kalimat ini telah terpendam dalam hatiku selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya langsung kepadamu. Martha menjawab : “Terima kasih Kau dapat muncul. Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong putriku”.

19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili. Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika Sang dokter berkata dengan antusias : “Ini suatu keajaiban!” 22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan. Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus mengundang Ajili dan Dr. Adely datang kerumah mereka untuk merayakannya. Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon Dr. Adely membawa suratnya bagi mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata :”Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian menghadapi kesulitan bagaimanapun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk membantu kalian”. Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia di saparoh usiaku selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku! ( Italia post)

Kawan, aku kemudian menyadari sesuatu yang selama ini, bahkan kita yang terjebak dalam sebuah dosa atau kesalahan yang terus menghantui diri kita. Yap, itulah KEBERANIAN, keberanian untuk melawan bisikan-bisikan dosa yang dapat menjerumuskan kita.

Semoga Alloh SWT selalu membimbing kita dalam proses perbaikan ini, melindungi kita dari bisikan setan yang terkutuk maupun hawa nafsu kita. Ya Alloh, jangan Engkau hukum kami karena kelalaian kami dan kekeliruan kami. Amiiin …

Bersihkan hati, menjadi muslim sejati

Ola, pagi ini aku dapet sms suruh ngisi mabit ma adek-adek angkatanku di Sie Kerohanian Islam Psikologi, smsnya dari Sahid (si mas’ul-nya), gini :

“Assalamu’alaikum.. Mas faisal.. Insya alloh untuk tema mabit, “bersihkan hati, menjadi muslim sejati” waktunya 1 jam.. 20.00-21.00, sdh termasuk diskusi mas.. gmn mas..? Afwan mas sblm’a klo kurang sopan, g pke undangan..”

Sebenernya ni tema lumayan berat mengingat aku juga belum bisa memanage hati dengan baik. Aduh gimana ya? Masa aku mau bilang ke mereka, “Membersihkan hati itu mudah, keluarkan hatimu dulu, kemudian cuci pake detergen, InsyaAlloh bersih” Haaaa….

Hmmm, aku inget sebuah hadist yang pernah aku baca di bukunya Ustadku waktu masih di madrasah diniyah dulu, hadisnya seperti ini

Yep, hati itu kaya kaca,semakin banyak kotoran yang menempel maka kaca tidak bisa menerima cahaya dengan baik, kita tidak bisa pemandangan di balik kaca itu, karena gelap. Oleh karena itu, kita perlu membersihkannya. Kita simak perkataan ulama Islam terkemuka Ibnu Qayyim Al-Jauziah,

 “Barang siapa yang menginginkan hati yang bersih, hendaklah ia lebih mendahulukan Tuhannya ketimbang syahwatnya. Karena hati yang ‘terpaut ‘ oleh syahwat tertutup dari Allah sesuai dengan kadar ‘Keterpautannya’ dengan syahwat itu. Hati adalah ‘ wadah’ Allah di atas bumi-Nya. Maka hati yang paling di cintainya adalah yang lebih ‘tinggi’ ( kadar kesuciannya) lebih keras ( kuat ) dan lebih bersih. Jika hati itu di beri makan dengan ‘ dzikir’ , di siram dengan tafakkur dan di bersihkan dari cela , ia akan ( mampu ) melihat berbagai keajaiban dan akan di ilhami oleh hikmah “

Ok, sebelum berbicara bagaimana caranya? Kita akan berbicara mengapa perlu dibersihkan? Manusia memiliki dua komponen dalam dirinya, yaitu jasad dan ruh (QS). Dari tanah yang kemudian dibentuk oleh Alloh SWT, kemudian ditiupkan ruh Ilahiah Alloh ke dalam tanah tersebut sehingga jadilah manusia dengan membawa sifat-sifat Alloh SWT. Meskipun membawa ruh Alloh, manusia tetap bukanlah Tuhan, tetapi manusia adalah wakil Alloh di bumi ini (Khalifah). Yang akan mengemban amanah kesejahteraan bagi bumi dan seisinya.

Nah, ruh itu fitrah yang artinya suci, hanya saja karena terbungkus oleh jasad maka esensi-esensi sifat-sifat tanah tetap ada. Sehingga syahwat pun tetap dimiliki oleh manusia. Setan pun berperan sesuai janjinya saat menggelincirkan Nabi Adam AS dahulu akan merekrut manusia untuk menemaninya di neraka. Sehingga dua komponen itu terkesan saling bertentangan satu sama lain, berebut siapa yang mengendalikan. Semakinbesar di antara keduanya, maka akan mengalahkan lainnya. Bagaimana doi bisa membesar? Ya tergantung makannya, semakin sering dikasih makan maka semakin sehat.

Klo Syahwat yang sering dikasih makan maka otomatis syahwat pun tumbuh sehat untuk mengalahkan fitrah manusia. Begitu juga dengan sebaliknya.

Nah, berbicara makanan syahwat dan makanan ruhiyah, klo syahwat itu makanannya dosa, maka ruhiyah makanannya adalah pahala.

Lalu di mana hati? Banyak yang memperdebatkan di mana letak Qalbu itu? Ada yang mengatakan di jantung, ada yang mengatakan di otak. Tapi, mayoritas sepakat jika qolbu itu abstrak. Baiklah kita tidak usah memperdebatkan karena saya sendiri pun belum sampai ilmunya untuk ke sana.

Ada dua esensi manusia yang cukup penting di antaranya yang terpenting adalah qalbu dan akal. Keduua-duanya bekerja sama untuk dapat membentuk diri manusia kembali kepada kefitrahan-nya. Akal makananya adalah tafakur dan segala aktifitas berpikir lainnya termasuk menuntut ilmu, intinya mendapatkan informasi. Sedangkan hati adalah dengan ibadah kepada Alloh, seperti sholat, sedekah, puasa, dzikir, dsb. keduanya bertugas mengendalikan nafsu agar tidak merajai, ingat dikendalikan bukan dikalahkan. Karena manusia bukan malaikat, dengan nafsu manusia tetap membutuhkan kebutuhannya.

Out put dari semua itu adalah akhlak yang baik, baik terhadap dirinya sendiri, sesama manusia, sesama makhluk Alloh, dan pada Alloh SWT. Sejatinya ibadah-ibdah yang kita lakukan adalah dalam rangka mentraining kepribadian kita agar menjadi pribadi yang baik.

Wallohu’alam bi Showab

 

OSPEK Mental … ><

Ospek di Psikologi, aku pikir akan se-horor yang diceritakan oleh senior-seniorku atau guruku yang sampai ada berpura-pura menjadi orang gila, atau menyatakan cintanya pada Pohon. Di sini ospek disambut dengan suka cita dengan lagu khas mahasiswa, “Kepada Para Mahasiswa, Yang Merindukan Kejayaan”

Sebelumnya pascara upacara penyambutan universitas, masing-masing mahasiswa akan lari ke stand-stand di masing-masing fakultas. Di situlah akan diinfokan mengenai atribut apa yang perlu disiapkan oleh MaBa (Mahasiswa Baru). Di antaranya

–          Buku Perkenalan

–          Buku Catatan

–          Papan nama di dada dengan ukurannya

–          Bagi laki-laki potong rambut maksimal 3 cm, perempuan yang tidak berjilbab rambutnya dikuncir 2

–          Menggunakan bawahan hitam, dan atasan putih, berspatu hitam, dsb.

“Aaaarrrrggghh, menyebalkan.” Teriaku di hati ketika pulang ke kost. Pada waktu itu aku belum boleh diperkanankan oleh kakekku  di luar kota untuk tidak menggunakan motor hingga satu semester, hal ini untuk membiasakan diri untuk berdaptasi dengan lingkunagn. Sehingga hari-hariku selalu diwarnai dengan jalan kaki atau menggunakan angkot istimewa.

Hari pertama PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru), aku mencoba kenalan dengan teman-teman yang aku anggap asing. “Imam,” Sapaku sambil menjabat tangan teman baru yang aku temui. “Imam, lho kok sama?” jawab temanku yang juga bernama Imam yang kelak karena teman-teman angkatan bingung, akhirnya kami sepakat kalau aku dipanggil Faisal dan temanku tu dipanggil Agung. Inilah awal mula mengapa aku lebih dikenal sebagai Faisal di Semarang. Dan ternyata aku tidak sendirian, karena ada juga temanku dari satu SMA yang mendaftar di fakultas ini hanya saja mereka di non-reguler.

Hari pertama itu diwarnai dengan pembagian kelompok dan sosialisasi jargon-jargon dan Yel-Yel (Uh, tau ga ini hal paling konyol yang pertama kali aku lakukan, bagaimana tidak harus bergoyang, meloncat, teriak, hingga berputar-putar, karena hal ini gak aku temui ketika di kampung, haha). “2006!!!” Teriak seorang senior. “Baguuuuus,” Saut Maba serempak dengan 2 jempol tangan di ayunkan ke depan ( Haaah, Capek Dech) Tetapi, kelak inilah yang akan mengompakan angkatanku dan kelak baru aku sadar inilah kenang-kenangan angkatanku.

Setelah itu barulah, kami berkumpul dalam satu kelompok untuk berkenalan, menentukan ketua kelompok, dan membuat yel-yel kelompok (tapi aku sudah lupa dengan yang satu ini, hihi). Hari itu dipenuhi dengan pengenalan fakultas oleh kaprodi yang aku kenal sebagai orang yang necis meskipun sudah sepuh (tua), yaitu pak Darmanto Jatman. Yang kelak beliau aku baru tau beliau itu dikenal sebagai budayawan yang produktif. Meskipun akhirnya beliau sekarang menderita stroke dan tidak bisa lagi mengajar.

Sore hari, di hari pertama diumumkan tugas-tugas untuk hari besok. Tugas itu terasa sangat berat karena dibawakan oleh para senior yang dikenal komdis (komisi disiplin) bersedia bersikap bengis selama PMB, hanya menampilkan kegalakannya di depan Maba,”Buat papan nama yang sesuai dengan kelompok kalian, warnanya silakan disesuaikan dan jangan sama, mengerti??!!! Serta membuat resensi buku dari buku psikologi populer. Selain itu juga membuat laporan dari berita pada hari ini. Setelah acara ini selesai saya tidak mau tau, pokoknya tidak boleh ada yang masih di kampus” ‘Hfff, tugas lagi,”gumamku.

Oya, selama PMB bagi yang mampu membuat prestasi atau berani bertanya atau berpendapat akan mendapatkan bintang dengan warna emas dan yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan gambar jempol hitam yang mengarah ke bawah. Yang kelak akan aku ketahui bahwa ini mengacu pada salah satu teori dalam Psikologi yaitu Behaviorisme yang salah satunya juga memperkanlkan konsep reward and punishment. Reward diberikan agara suatu perilaku itu diulang, dan punishment itu diberikan agara suatu perilaku dihambat atau tidak diulangi lagi.

Keesokan harinya, PMB hari kedua pun tidak jauh berbeda karena diisi oleh beberapa materi dan pengenal UPK (Unit Pelaksana Kegiatan) kaya ekskul gitu.  Hanya yang membuat menegangkan karena bagi Maba yang tidak mengumpulkan tugas atau tugasnya salah akan mendapatkan jempol hitam ke bawah, yang konon jika terlalu banyak maka bisa saja maba itu tidak akan diperkenankan untuk kuliah di sini. Selain itu juga kami disuruh untuk mengumpulkan data dari teman-teman sesama Maba, senior, dan dosen maupun karyawan sebanyak mungkin. Ketika di sesama Maba memang tidak ada masalah tetapi ketika di senior pasti banyak maunya, mulai dari nyanyi hingga menunjukan yel-yel.

“Saya mendapatkan laporan, bahwa anak-anak yang saya sebut namanya telah melakukan pelanggaran, seperti tidak senyum kepada dosen, karyawan, maupun senior, bagi yang saya sebut harap maju ke depan.” Kata komdis (komisi disiplin). “Hah? Siang-siang sudah ada penguman pelanggaran? Kejem banget sich.” Kataku dalam hati sambil melihat beberapa anak yang maju ke depan sesuai dengan nama yang dipanggilkan. Setelah maju ke depan dan diomel-omeli barulah aku tahu bahwa ternyata, “Selamat Ulang Tahun…” (Gila dah, dulu klo ada yang ultah paling ditawurin tepung, sekarang dikerjain kaya gini).

Sorenya seperti biasa komdis mengumumkan tugas-tugas untuk hari ketiga, yang aku bersyukur itu hari terakhir PMB. “Besok setiap kelompok membawa tanaman untuk ditanam di lingkungan kampus, beserta alat-alat seperti ember, cangkul, arit, sapu, untuk tugas individu silakan kalian cari roti cap mangkuk merah kemudian membawa makanan sesuai dengan puisi ini Di musim salju, sungai mengalir, petani berkebun di kebun yang hijau, dan matahari pun bersinar (ya meskipun gak sama tapi paling tidak seperti inilah, hehe). Harus ketemu.” ‘Apa-apaan lagi nich? Aku pikir hari terakhir gak ada tugas atau tugasnya ringan ni malah berat”

Malamnya dengan kebingungan akhirnya aku dengan dibantu oleh pak Kost mencari apa yang disebut roti cap mangkuk merah. Pada waktu itu baru cuman aku yang kost di situ dari Maba. Dari toko ke toko aku kunjungi, jawabannya selalu sama,”Gak ada roti cap mangkuk merah.” Akhirnya aku menyeleweng untuk membeli roti  dengan merek berbeda. setelah di kost baru aku tau dari anaknya ibu kost kalau roti cap mangkuk merah itu cuman akal-akalan senior saja. Beli roti biasa saja terus buat kertas bertuliskan “Roti Cap mangkuk Merah” itu sudah cukup.

Besok paginya, sesuai dengan tugas yang kemarin telah disebutkan akhirnya dikumpulkan ke panitia. Sedangkan peralatan berkebun di bawa masing-masing dengan tidak lupa dicek oleh komdis. Setelah senam pagi yang aku sendiri bingung itu senam apa, akhirnya kami bersih-bersih kampus dan menanam tanaman yang telah dibawa.

Hari terakhir itu diisi dengan pengisian KRS, jadwal mata kuliah sudah kami dapat dari UPK SKRIPSI (Sie Kerohanian Islam Psikologi). Hari terakhir itu juga diisi dengan renungan. Sampai sedihnya ada mahasiswa yang pingsan juga. Selain itu juga penentuan kakak-kakak ter-ter, mulai dari terbaik hingga tergalak, tentu saja komdis mendapatkan gelar sebagai kakak tergalak. Meskipun akhirnya mereka mengaku kalau itu hanya acting mereka selama PMB. Setelah salam-salaman dan membagikan makanan hasil dari yang kami bawa kami menuju mushola kampus untuk sholat Jum’at bersama bagi yang muslim.

“Alhamdulillah, akhirnya selesai juga. Aku bisa pulang hari ini..” Ya aku ingin pulang hari ini karena senin sudah mulai kuliah hari pertama. Rasanya luar biasa menyenangkan pulang ke rumah, rumah seperti menjadi tempat yang luar biasa hebat darpada sebelumnya. PMB 3 hari akhirnya selesai, PMB yang aku kira sangat berat itu ternyata belum apa-apa buat teman-teman fakultas lain, “Enak bener kamu dikasih makan? Aku gak sama sekali” cerita temanku ketika menceritakan temannya dari Teknik. Atau anak jurusan perikanan yang memakai kalung ikan selama PMB. Ternyata apa yang kita pikir berat ternyata belum seberapa daripada apa yang orang lain alami.

Aku Kuliah di Psikologi???


Ada yang bilang (Siapa yang bilang?) kuliah di psikologi itu banyak diminati. Tetapi, aku sendiri masih bingung kenapa banyak yang berminat di Psikologi? Dulu dari SD sampe SMA tu cita-citaku pengen masuk Kedokteran, karena tu aku suka ma pelajaran Biologi karena denger-denger dari Dokter-Dokter di tempat Ibuku bekerja di sebuah puskesmas, ketika mau kuliah di Kedokteran yang penting mata pelajaran Biologinya, “Saya saja tu bukan juara kelas dulu” ujar seorang Dokter. Meskipun ya mata pelajaran biologiku juga ga bagus-bagus banget.

Entah, mengapa kelas 3 SMA haluanku berubah untuk kuliah di psikologi, bearawal dari keherananku pada suatu bidang ilmu bernama psikologi di daftar jurusan mana yang bisa dipilih siswa kelas 3 setelah lulus nanti. “Apa itu Psikologi?” tanyaku pada waktu itu. Di buku itu hanya tertulis psikologi ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. “Hmmm, untuk apa perilaku manusia dipelajari? Kaya gak ada kerjaan aja.”

Keinginanku untuk masuk psikologi pun semakin menguat setelah banyak pertanyaan dalam pikiranku mengenai manusia, “Kenapa sich seseorang sampai berpikiran seperti itu hingga melakukan hal semacam itu?” (Gila gue baru nyadar klo dulu gue dah kaya Pilsuf aja. Haha) Mulailah sedikit-sedikit membaca buku psikologi popular salah satunya buku tentang psikologi untuk anak dan remaja karya … (). Buku ini memperkenalkan kepada anak-anak maupun remaja untuk melakukan tes-tes sederhana untuk mengetahui perilaku seseorang (Sekarang buku tu di mana ya? Haha).

Pilihanku untuk masuk Psikologi ternyata berbanding jungkir balik dengan ayahku. Ayahku berharap aku bisa masuk ke farmasi. Ayahku melihat bahwa banyak orang lulusan farmasi yang sukses di bidang jualan obat. Ditambah pada waktu itu memang psikologi gak terlalu populer di kampungku. “Apa kue psikologi?” dengan logat orang Brebes-an yang suatu saat nanti aku jawab’”Ilmu sing memelajari wong edan, ngerti?” (Ilmu yang mempelajari orang gila, faham?)” Suatu saat nanti orang-orang di kampungku juga mengira aku tu masuk di kedokteran, “Wah hebat ya anake jenengan bisa sekolah neng kedokteran!” kata orang kampung kepada ibuku “Iya, kedokteran sing ngurusi wong edan.”

Akhirnya aku berhasil meyakinkan ayahku jika Psikologi pun prospek kerjanya bagus, meskipun aku sendiri waktu itu tidak yakin dengan pernyataanku itu. Pada waktu pendaftaran SPMB, hingga detik terakhir aku masih bingung memilih pilihan keduaku, yang akhirnya aku memutuskan Biologi. UNDIP (Universitas Diponegoro) menjadi pilihanku karena waktu itu aku kurang kenal dengan apa itu UI atau UGM, karena pernah ke Semarang dan juga sebagai orang Jawa Tengah yang aku kenal sebagai universitas terbesar ya Cuma UNDIP. Entah, aku kurang tertarik untuk mengikuti jejak teman-temanku untuk kuliah di universitas tetangga yaitu UNNES. Terutama setelah mendengar nasehat ibuku setelah tau kalau untuk ke UNNES harus melewati jalan yang menanjak tinggi. Hal ini ternyata terpatahkan setelah ternyata aku mendapatkan kampus UNDIP di Tembalang yang juga jalannya naik ke atas.

Aku memiliki seorang pakdhe yang juga mengajar sebagai dosen di UNDIP terutama jurusan Ilmu Kelautan. Sebenarnya aku juga ditawari untuk kuliah di situ aja, tapi setelah tau jika kuliah di situ juga harus pandai berenang aku pun mengurungkan diri. Waktu itu juga aku terinspirasi dari sebuah buku kecil yang bercerita tentang seluk beluk SPMB, dan bagaimana menembus SPMB hanya dengan kekuatan mimpi. Salah satu kutipan yang aku suka, yaitu “Ada dua jenis manusia di dunia ini, orang yang realis dan pemimpi. Mereka yang realis tahu ke mana akan pergi, mereka yang pemimpi telah sampai di sana (Robert T.Orben).

Setelah melewati tes SPMB, aku mendadak tidak yakin dengan hasilku karena hari pertama aku nilai kacau balau, meskipun hari kedua akhirnya aku berhasil menggunakan metode-metode aneh yang dipelajari ketika aku mengikuti Bimbel di kota sebelah dulu. Karena ragu dengan hasilku, aku dianjurkan pakdheku untuk mencoba mendaftar kelas non-reguler di kampus yang sama meskipun dengan biayaya kuliah yang lebih tinggi, selain itu kelasnya masuk sore. Akhirnya aku mendaftar 2 minggu sebelum pengumuman kelulusan.

Hari H pengumuman SPMB, dengan berbingung ria dan berharap-harap cemas aku pun menunggu pengumuman itu. Tetapi, tidak diduga ternyata hari itu Nenekku yang selama ini memotivasiku, hari itu meninggal. Hikz hikz sedih… Menjelang siang, temanku sms ke nomerku, “Bro, kamu diterima SPMBnya”, “Masa? Jurusan apa?” “Ora ngerti” Seperti maling aku langsung lari ke rumah temanku. Setelah aku lihat memang itu namaku, tetapi aku lupa itu kode untuk jurusan apa? Aku pun pulang lagi untuk membeli Koran serupa yang ternyata hari itu tinggal satu. Sepulangnya di rumah, langsung aku cocokan, “Alhamdulillah, Allohu Akbar, aku diterima di Psikologi.” Langsung aku katakan hal itu pada ibu, “Ya Allah, nak embah ra menangi”

Bismillah, meskipun pada waktu itu banyak yang mengatakan ke aku untuk tidak pergi meninggalkan ibu karena nenek sudah tidak ada, akhirnya aku pun berangkat. Pada waktu daftar ulang, dengan PDnya aku baris di antrian fakultas Kedokteran (Haha meskipun gak jadi masuk kedokteran yang penting bisa baris di sini). Ya karena pada waktu itu Psikologi UNDIP masih program studi di bawah fakultas Kedokteran. Bersyukur karena aku kini diterima di Psikologi UNDIP, meskipun dengan hasil Tes SPMB yang aku tidak tahu bagaimana hasilnya, tetapi aku kini sadar bahwa kutipan dari Robert T.Orben ada benarnya juga. Gambar sebuah gedung di UNDIP yang kelak aku akan tahu bahwa itu bernama Widya Puraya yang terpampang di brousur yang ada di kantor Bimbingan Konseling SMAku ternyata telah mampu mengantarkan aku untuk berdiri di depannya nanti.